PESONA BATIK TRUSMI KOTA CIREBON
12.18 Edit This
Kisah membatik desa Trusmi berawal dari peranan Ki Gede Trusmi. Salah
seorang pengikut setia Sunan Gunung Jati ini mengajarkan seni membatik
sembari menyebarkan Islam.
Kelihaian membatik itu ternyata memberi berkah di kemudian hari.
Batik Trusmi berhasil menjadi ikon batik dalam koleksi kain nasional.
Seolah kain batik dari desa ini tak masuk dalam keluarga batik Cirebon.
Batik Cirebon sendiri termasuk golongan Batik Pesisir.
Usaha yang bermula dari skala rumahan lama kelamaan menjadi industri kerajinan
yang berorientasi bisnis. Produk batik Trusmi bukan sekadar memenuhi
kebutuhan lokal, tetapi sebagian perajin mengekspor ke Jepang, Amerika,
dan Belanda.
Masa keemasan kerajinan batik di daerah ini terjadi pada kurun waktu
1950-1968. Tak heran bila sebuah koperasi di tingkat lokal, Koperasi
Batik Budi Tresna yang menaungi perajin batik, sanggup membangun gedung
koperasi yang sangat megah. Tak ketinggalan, sejumlah sekolah mulai dari
tingkat SD, SLTP hingga SLTA.
Pada dasarnya batik-batik yang dihasilkan oleh sentra-sentra
kerajinan batik di berbagai daerah pada umumnya bagus-bagus serta
memiliki corak motif batik
yang beragam. Dengan demikian sifat khas dan keunikan batik-batik
daerah tersebut tidak bisa dikatakan batik yang satu lebih baik dari
daerah lainnya. Keunikan motif serta corak yang dihasilkan dari
batik-batik di berbagai daerah merupakan kekuatan dan kekayaan yang
sangat luar biasa, khususnya bagi kebudayaan batik Indonesia.
Belum ada di negara manapun yang memiliki kekayaan desain motif batik seperti yang di miliki oleh bangsa Indonesia.
Yang sangat membanggakan kita semua adalah, pada tiap-tiap daerah
memiliki desain serta motif-motif yang khas dengan penamaan motif yang
menggunakan bahasa daerahnya masing-masing.
Misalnya saja motif batik dari Aceh ada Pintu Aceh, Cakra Doenya,
Bungong Jeumpa. Dari Riau ada Itik Pulang Petang, Kuntum Bersanding,
Awan Larat dan Tabir. Batik dari Jawa diantaranya Jelaprang
(Pekalongan), Sida Mukti, Sida Luhur (Solo), Patran Keris, Paksinaga
Liman, Sawat Penganten (Cirebon), dll.
Untuk mengetahui tentang bukti banyaknya kekayaan desain motif-motif
batik Indonesia contoh yang paling sederhana bisa dilihat di wilayah
Jawa Barat, di wilayah ini terdapat puluhan sentra batik diantaranya
dari wilyah paling Timur ada Cirebon, wilayah bagian Utara ada
Indramayu, kemudian ke arah bagian Barat dan Selatan terdapat Kabupaten
Ciamis, Kabupaten dan Kota Tasikmalaya, Kabupaten Garut.
Walaupun masih dalam satu propinsi dan kultur budaya yang sama
(budaya Sunda), namun bisa kita temui adanya perbedaan motif dan ragam
hias batik yang jauh berbeda antara satu kabupaten dengan kabupaten
lainnya.
Seperti pada daerah Cirebon dengan Indramayu memiliki karakter dan
desain motif yang berbeda, terlebih lagi antara daerah Cirebon dan Garut
memiliki perbedaan motif, corak serta ragam hias yang sangat signifikan
perbedaannya. Perbedaan itu dipengaruhi oleh kultur budaya dan tingkat
keahlian dari para pengrajin batiknya.
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat batik relatif sama baik dari
bentuk canting, bentuk cap maupun jenis lilinnya. Namun ketika proses
produksi berjalan ada kalanya kondisi unsur air tanah dengan kualitas PH
yang berbeda-beda bisa mempengaruhi hasil pewarnaan akhir. Demikian
pula dengan sifat kesabaran dan keuletan pengrajin batik di tiap-tiap
daerah, juga akan bisa mempengaruhi kualitas akhir batik yang
dihasilkannya.
Daerah sentra produksi
batik Cirebon berada di desa Trusmi Plered Cirebon yang konon letaknya
di luar Kota Cirebon sejauh 4 km menuju arah barat atau menuju arah
Bandung. Di desa Trusmi dan sekitarnya terdapat lebih dari 1000 tenaga
kerja atau pengrajin batik. Tenaga kerja batik tersebut berasal dari
beberapa daerah yang ada di sekitar desa Trusmi, seperti dari desa
Gamel, Kaliwulu, Wotgali dan Kalitengah.
Secara umum batik Cirebon termasuk kedalam kelompok batik Pesisiran,
namun juga sebagian batik Cirebon termasuk dalam kelompok batik keraton.
Hal ini dikarenakan Cirebon memiliki dua buah keraton yaitu Keratonan
Kasepuhan dan Keraton Kanoman, yang konon berdasarkan sejarah dari dua
keraton ini muncul beberapa desain batik Cirebonan Klasik yang hingga
sekarang masih dikerjakan oleh sebagian masyarakat desa Trusmi
diantaranya seperti motif Mega Mendung, Paksinaga Liman, Patran Keris,
Patran Kangkung, Singa Payung, Singa Barong, Banjar Balong, Ayam Alas,
Sawat Penganten, Katewono, Gunung Giwur, Simbar Menjangan, Simbar Kendo
dan lain-lain.
Beberapa hal penting yang bisa dijadikan keunggulan atau juga merupakan ciri khas yang dimiliki oleh batik Cirebon adalah sbb:
a. Desain batik Cirebonan yang bernuansa klasik tradisional pada
umumnya selalu mengikut sertakan motif wadasan (batu cadas) pada
bagian-bagian motif tertentu. Disamping itu terdapat pula unsur ragam
hias berbentuk awan (mega) pada bagian-bagian yang disesuaikan dengan
motif utamanya.
b. Batik Cirebonan klasik tradisional selalu bercirikan memiliki
warna pada bagian latar (dasar kain) lebih muda dibandingkan dengan
warna garis pada motif utamanya.
c. Bagian latar atau dasar kain biasanya nampak bersih dari noda
hitam atau warna-warna yang tidak dikehendaki pada proses pembuatan.
Noda dan warna hitam bisa diakibatkan oleh penggunaan lilin batik yang
pecah, sehingga pada proses pewarnaan zat warna yang tidak dikehendaki
meresap pada kain.
d. Garis-garis motif pada batik Cirebonan menggunakan garis tunggal
dan tipis (kecil) kurang lebih 0,5 mm dengan warna garis yang lebih tua
dibandingkan dengan warna latarnya. Hal ini dikarenakan secara proses
batik Cirebon unggul dalam penutupan (blocking area) dengan menggunakan
canting khusus untuk melakukan proses penutupan, yaitu dengan
menggunakan canting tembok dan bleber (terbuat dari batang bambu yang pada bagian ujungnya diberi potongan benang-benang katun yang tebal serta dimasukkan pada salah satu ujung batang bambu).
e. Warna-warna dominan batik Cirebonan klasik tradisional biasanya
memiliki warna kuning (sogan gosok), hitam dan warna dasar krem, atau
berwarna merah tua, biru tua, hitam dengan dasar warna kain krem atau
putih gading.
f. Batik Cirebonan cenderung memilih sebagian latar kainnya dibiarkan
kosong tanpa diisi dengan ragam hias berbentuk tanahan atau rentesan
(ragam hias berbentuk tanaman ganggeng). Bentuk ragam hias tanahan atau
rentesan ini biasanya digunakan oleh batik-batik dari Pekalongan.
Masih dengan batik Cirebonan, namun mempunyai ciri yang berbeda
dengan yang sebelumnya yaitu kelompok batik Cirebonan Pesisiran. Batik
Cirebonan Pesisiran sangat dipengaruhi oleh karakter masyarakat
pesisiran yang pada umumnya memiliki jiwa terbuka dan mudah menerima
pengaruh budaya asing.
Perkembangan pada masa sekarang, pewarnaan yang dimiliki oleh batik
Cirebonan lebih beraneka warna dan menggunakan unsur-unsur warna yang
lebih terang dan cerah, serta memiliki bentuk ragam hias yang bebas
dengan memadukan unsur binatang dan bentuk-bentuk flora yang beraneka
rupa.
Pada daerah sekitar pelabuhan biasanya banyak orang asing yang
singgah, berlabuh hingga terjadi perkawinan etnis yang berbeda
(asimilasi), maka batik Cirebonan Pesisiran lebih cenderung menerima
pengaruh budaya dari luar yang dibawa oleh pendatang.
Sehingga batik Cirebon yang satu ini lebih cenderung untuk bisa
memenuhi atau mengikuti selera konsumen dari berbagai daerah (lebih
kepada pemenuhan komoditas perdagangan dan komersialitas), sehingga
warna-warna batik Cirebonan Pesisiran lebih atraktif dengan menggunakan
banyak warna.
Produksi batik Cirebonan pada masa sekarang terdiri dari batik tulis,
batik cap dan batik kombinasi tulis cap. Pada tahun 1990 – 2000 ada
sebagian masyarakat pengrajin batik Cirebonan yang memproduksi kain
bermotif batik Cirebonan dengan teknik sablon tangan (hand printing),
namun belakangan ini teknik sablon tangan hampir punah, dikarenakan
kalah bersaing dengan teknik sablon mesin yang dimiliki oleh
perusahaan-perusahaan yang lebih besar.
Pertumbuhan batik Trusmi nampak bergerak dengan cepat mulai tahun
2000, hal ini bisa dilihat dari bermunculan showroom-showroom batik yang
berada di sekitar jalan utama desa Trusmi dan Panembahan. Pemilik
showroom batik Trusmi hampir seluruhnya dimiliki oleh masyarakat Trusmi
asli walaupun ada satu atau dua saja yang dimiliki oleh pemilik modal
dari luar Trusmi.